By. H.Widodo, S.Sos., MM(Auditor Madya)
Sebagaimana kita ketahui bahwa pemerintah desa dalam membentuk badan usaha milik desa (BUMDes) sebagai motor penggerak ekonomi di pedesaan melalui program Bumdes yang sudah di buat karena melalui fasilitas Bumdes masyarakat biasa mendapatlan modal untuk berwirausaha serta lebih mandiri dalam mengelola potensi sumber daya alam yang ada.
Akan tetapi dalam pembentukkannya masih belum maksimal dalam pembinaan terhadap desa sekait bumdes. Sehingga muncul beberapa permasalahan, diantaranya adalah ada bagaimanakah isi program Bumdes, dan bagaimana Implementasinya serta bagaimanakah hambatannya dalam mengelola potensi desa. Kemudian dari beberapa telaahan tentang isi program Bumdes desa adalah bergerak di bidang jenis usaha Bisnis Sosial, Bisnis Penyewaan Bisnis Simpan Pinjam dan ada juga bergerak pada penyewaan alat berat. selain itu implementasi pelaksanaan program-program BUMDes telah berjalan secara baik dan hambatannya dalam mengelola Bumdes serta mengelola potensi Sumber daya alam desa mengenai perencanaan keuangan dan hasil bumi belum terkelola dengan baik dan tepat sasaran sehingga meskipun program tersebut sudah berjalan akan tetapi hasinya belum sepenuhnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga desa memiliki hak prerogatif atau kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya dalam kerangka otonomi desa itu sendiri. Sebelum kita melangkah lebih lanjut mengenai otonomi desa ini, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu arti dari kedua kata tersebut yaitu otonomi dan desa. Para ahli banyak yang mengemukakan bahwa pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah semenjak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Walaupun dari sisi pembinaan desa melalui perangkat daerah terkait, sudah ada dan penguatan daya kreativitas dan inovasi masyarakat desa dalam mengelola dan menjalankan mesin ekonomi di pedesaan sudah dijalankan.
Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian. Belajar dari pengalaman masa lalu, satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian di pedesaan adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Lembaga ekonomi ini tidak lagi didirikan atas dasar instruksi Pemerintah. Tetapi harus didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi yang jika dikelola dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar. Pendirian lembaga ini antara lain dimaksudkan untuk mengurangi peran para tengkulak yang seringkali menyebabkan meningkatnya biaya transaksi (transaction cost) antara harga produk dari produsen kepada konsumen akhir. Melalui lembaga ini diharapkan setiap produsen di pedesaan dapat menikmati selisih harga jual produk dengan biaya produksi yang layak dan konsumen tidak harus menanggung harga pembelian yang mahal. Membantu kebutuhan dana masyarakat yang bersifat konsumtif dan produktif. Menjadi distributor utama untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Disamping itu, berfungsi menumbuh kembangkan kegiatan pelaku ekonomi di desa-desa. Bumdes memiliki peran untuk meningkatkan sarana perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pemerintah pusat hingga ke daerah kota maupun kabupaten sangat mendorong masyarakat mempunyai usaha dalam mendorong dan menekan angka pengangguran sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia hingga daerahnya.
Undang – undang No 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 tentang Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Kemudian pada pasal 87 tentang badan usah miliki desa bahwa, Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa, BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotong royongan, dan BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bumdes diharapkan memiliki peran serta memajukan masyarakat didalam bidang ekonomi. Dalam pelaksanaan bumdes tersebut sesuai dengan UU No 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 bahwa peran desa merupakan vital karena pemerintah desa yang Membangun bumdes tersebut dan juga bumdes harus dengan kesadaran kerja sama pelaksanaan dan pembangunannya. Seperti desa yang menjalankan dan masyarakat harus ikut andil mengawasi dalam pelakasanaannya agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam peraturan pemerintah tentang badan usaha milik desa (BUMDES) Bagian Kesatu Pendirian dan Organisasi Pengelola pada Pasal 132 bahwa Desa dapat mendirikan BUM Desa, Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Kemudian Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan, Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas: a. penasihat; dan b. pelaksana operasional. Dan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa. Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa. dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa. Pelaksana operasional sebagaimana Pembentukan dan pengelolaan bumdes didalam peraturan pemerintah pasal 132 diharapkan pengelolaan organisasi badan usaha milik desa (BUMDES) harus sesuai dengan musyawarah desa dan mempunyai aturan seperti peraturan desa agar sejalan dengan hasil musyawarah dalam pembangunan ekonomi desa. Aturan peratuan menteri desa no 4 tahun 2015 pasal 12 mengungkapkan jika pelaksanaan operasional badan usaha milik desa harus bisa menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat desa, karena Badan usaha milik desa didorong untuk bisa menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi desa untuk meningkatkan pendapatan asli desa.
Sebagai level pemerintahan terendah, pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dari atas hingga bawah. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh pemerintah desa sebagai bagian dari pemerintah daerah. Reformasi dan otonomi daerah sebenarnya adalah harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah suatu peluang baru yang dapat membuka ruang kreatifitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa sesuai dengan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa sumber daya alam maupun dengan sumber daya manusia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa penyempurnaan baru terhadap penyelenggaraan Pemerintahan mulai dari Pemerintah Daerah sampai kepada Pemerintahan Desa. Undang-Undang ini telah memberikan otonomi yang jauh lebih besar kepada Daerah otonom terutama Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintahan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentiangan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa sebagai Badan Eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai Badan Legislatif.
Pemerintah inilah yang selanjutnya mengayomi masyarakat serta mengurus kepentingan desa dalam bidang pemerintahan, dan pembangunan. Walaupun desa memiliki Alokasi Dana Desa (ADD) yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupten, namun diperlukan juga suatu badan yang mengurus kekayaan asli desa demi terjadinya keseimbangan dan pembangunan. Untuk itu perlu suatu lembaga yang dapat mengelola potensi desa dengan maksimal maka didirikanlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) yang modalnya berasal dari kekayaan desa seperti industri masyarakat, pertanian, pertenakan, perdaganga, pariwisata dan lain-lain.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi yang ada di desa. Cara kerja BUMDesa adalah dengan jalan menampung kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk kelembagaan atau badan usaha yang dikelola secara profesional, namun tetap bersandar pada potensi asli desa. Hal ini dapat menjadikan usaha masyarakat lebih produktif dan efektif. Lahirnya lembaga seperti BUMDesa, diharapkan akan menjadi lembaga yang menampung kegiatan ekonomi masyarakat yang berkembang menurut ciri khas desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sebagai tempat kehidupan dan penghidupan.
Bahkan lebih dari itu, Desa diharapkan akan menjadi fondasi artinya penting bagi kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan datang. Terbentuknya Badan Usaha Milik Desa di mulai dari lahirnya Undang – undang No. 32 tahun 2004 beserta Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 dan Peraturan menteri dalam negeri No. 39 tahun 2010 merupakan kebijakan yang telah memberikan kesempatan ruang, petunjuk maupun payung hukum terhadap BUMDesa.
Permendagri juga mengandung substansi yang inovatif. Pertama, pembentukan BUMDesa bersifat kondisional, yakni membutuhkan sejumlah persyaratan, yang menjadi dasar kelayakan pembentukan BUMDesa. Dalam pasal 5 ditegaskan tentang syarat-syarat pembentukan BUMDesa sebagai berikut; Atas inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa, Adanya potensi usaha ekonomi masyarakat, Sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok, Tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama kekayaan desa. Tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aspek penggerak perekonomian masyarakat desa, Adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi, dan Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa.
Kedua, BUMDesa merupkan usaha desa yang bercirikan kepemilikan kolektif, bukan hanya dimiliki oleh pemerintah desa, bukan hanya dimiliki masyarakat, bukan juga hanya dimiliki oleh individu, melainkan menjadi milik pemerintah desa dan masyarakat.
Ketiga, mekanisme pembentukan BUMDesa bersifat inklusif, deliberative dan partisipatoris, Artinya BUMDesa tidak cukup dibentuk oleh pemerintah desa, tetapi dibentuk melalui musyawarah desa yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Secara organisasional musyawarah desa juga dilembagakan sebagai institusi tertinggi dalam BUMDesa seperti hal nya rapat anggota dalam koperasi
Keempat, pengelolaan BUMDesa bersifat demokratis dan teknokratis. Dimensi teknokrasi terlihat dalam bentuk dalam pembagian kerja yang jelas, dimensi demokrasi tidak hanya terlihat pada komponen musyawarah desa tetapi juga di tunjukan pada komponen akuntabilitas. Pemisahan organisasi maupun asset BUMDesa dari pemerintahan desa merupakan komponen penting untuk menjaga akuntabilitas BUMDesa. Kebijakan di atas, khususnya Permendagri No. 39/2010 dan fasilitasi Kementerian Dalam Negeri dan kebijakan Pemerintah Kabupaten, merupakan factor utama yang melahirkan BUMDesa di banyak desa dan daerah.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dalam pandangan hukum, diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72ayat (1) huruf a yang menyatakan pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa. Berdasarkan penjelasan dari Pasal 72 ayat (1) huruf a yang dimaksud dengan pendapatan asli desa adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan skala desa. Kemudian yang dimaksud hasil usaha adalah termasuk hasil
dari BUMDesa. Selanjutnya BUMDesa diatur dalam pasal 87 pada ayat 1 dan 3 yang menyatakan desa dapat mendirikan BUMDesa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong-royongan.
BUMDesa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai degan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan lebih lanjut mengenai BUMDesa diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Adapun tujuan pendirian Badan Usaha Milik Desa dalam Peratura menteri desa Nomor 4 Tahun 2015 BUMDesa didirikan dengan tujuan sebagai berikut, Meningkatkan perekonomian Desa mengoptimalkan asset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa, Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa, Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar Desa dan/atau dengan pihak ketiga, Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga, Membuka lapangan kerja, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa dan Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.
Perekonomian pedesaan dengan model BUMDesa, diharapkan mampu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Selain itu juga untuk menambah Pendapatan Asli Desa (PAD). Pemerintahan Desa yang setiap tahun membutuhkan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDES) dalam menjalankan roda pemerintahan setidaknya ada pendapatan yang bersumber asli dari desanya sendiri bukan hanya bergantung pada dana kucuran pemerintah diatasnya. Karena dari sinilah muncul kesadaraan akan pentingnya kemandirian desa, bukan berarti pemerintah pusat lepas tanggung jawab terhadap persoalan-persoalan pedesaan.
Pembentukan BUMDesa berdasarkan pada musyawarah yang diadakan oleh pemerintah desa dengan seluruh elemen masyarakat yang ada didesa. Setiap satu tahun sekali pemerintah desa melaksanakan kegiatan Musyawarah Perencanaan. Pembangunan Desa dengan Musyawarah Perencanaan maka dari sinilah alur pembentukan BUMDes dimulai. Hasil Musrenbangdes yang berkenaan dengan pembentukan BUMDes ini dituangkan dalam bentuk Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang berisi tentang organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan. Kemudian langkah selanjutnya perencanaan draft yang akan dituangkan kedalam bentuk Peraturan Desa. Berdasarkan perda kab cianjur no 3 tahun 2001 pasal 3 bahwa Pembentukan BUMDes bertujuan untuk, meningkatkan pendapatan asli desa, mendorong berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat desa, meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif (berwirausaha) anggota masyarakat desa; dan mendorong berkembangnya usaha mikro sektor informal untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat di desa.
Sumber pendapatan diatas menjadi tumpuan perekonomian desa sebagai pendapatan asli desa digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, namun dalam pengelolaan perekonomian pemerintah desa pada kenyataannya belum berjalan dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Ekonomi desa pada umumnya sangat memprihatinkan dan banyak desa yang hanya mengandalkan bantuan dari pihak pemerintah saja.
Hal tersebut tentu akan mempersulit pembangunan perekonomian desa. Pemerintah desa masih banyak yang merasa kesulitan dalam mendapatkan dan meningkatkan pendapatan asli desanya. Hal ini disebabkan keterbatasan dari sumber daya yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Komoditi itu yang menjadi unggulan pada suatu desa belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
Sejauh dibuatkannya program kegiatan BUMDesa harus didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya, BUMDesa dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperartif, partisipatif, transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainabel. Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMDesa harus dilakukan secara profesional dan mandiri. Semoga hal diatas dapat menjadi bahan diskusi lebih lanjut. Mengingat bahwa Bumdes adalah merupakan aset desa yang layak dan bisa dikembangkan lebih luas lagi
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang Nomor. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
PerMen Dalam Negeri Nomor. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha MiliKDesa
Peraturan Menteri Desa Nomor. 4 Tahun 2015 Tentang Desa
Peraturan Daerah Nomor. 9 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Bupati Cianjur Nomor. 85 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembentukkan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
Peraturan Desa Sindang Jaya Nomor. 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukkan Badan Usaha Milik Desa Mandiri
Pendapat pribadi dan tidak mewakili organisasi atau lembaga.