Pengawasan adalah bagian dari fungsi dasar manajemen. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pengawasan merupakan kegiatan yang penting agar penyelenggaraan pemerintahan dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien. Dalam tulisan ini akan diketengahkan tentang tiga jenis pengawasan pemerintahan, yaitu pengawasan melekat, pengawasan fungsional dan pengawasan politis atau pengawasan masyarakat (social control).
Pengawasan adalah bagian dari manajemen
Perlu kita fahami bersama bahwa pengawasan adalah bagian tertenting dari manajemen. Sehingga pengawasan perlu mendapat perhatian khusus. Menurut beberapa pemerhati managemen ketika mengartikan arti dari pengawasan tersebut. Penulis ingin sekali mengungkapkan sebenarnya Menurut Fahmi dalam Erlis Milta dkk (2015, p.653) pengawasan dapat di definisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi. Menurut Moekizat dalam Satriadi (2015, p.289) pengawasan adalah hal yang dilakukan, artinya hasil pekerjaan, menilai hasil pekerjaan tersebut, dan apabila perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana.Menurut Lembaga Adminitrasi Negara (Amstrong) dalam Satriadi (2016, p.289) pengawasan adalah suatu proses kegiatan seorang pimpinan untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijaksanaan, dan ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan. Menurut Sondang Siagian Atmodiwiryo dalam Satriadi (2016, p.290) pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Menurut The Liang Gie (Atmodiwiryo) dalam Satriadi (2016, p.290) pengawasan adalah pemeriksaan, mencocokkan dan mengusahakan
agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta hasil yang dikehendaki.Dengan demikian dapatlah kita fahami bawah pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yaitu kegiatan pengamatan agar tugas-tugas yang telah direncanakan dilaksanakan dengan tepat sesuai rencana, dan apabila terdapat penyimpangan diadakan tindakan-tindakan perbaikan[1]. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut pakar manajemen George R. Terry meliputi: Menetapkan standar pengawasan; Mengukur pelaksanaan pekerjaan; Membandingkan standar pengawasan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan; dan Tindakan koreksi apabila diperlukan (corrective action).
Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan mengandung tiga aspek, yaitu : Rencana yang telah ditetapkan; Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku; dan Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan. Aspek rencana yang telah ditetapkan mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai; Sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki; dan faktor waktu penyelesaian pekerjaan. Aspek ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku mencakup ketentuan tentang tata kerja; ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja); peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pekerjaan; dan kebijaksanaan resmi yang berlaku, dan lain lain. Aspek prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan mencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah terpenuhi. Pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehematan dalam penggunaan dana, tenaga, material dan waktu juga perlu mendapat perhatian yang serius. Dalam tulisan sederhana ini penulis akan dibahas beberapa jenis pengawasan yaitu pengawasan melekat, pengawasan fungsional dan pengawasan politis.
Pengawasan Melekat
Dalam pengawasan ada pengawasan yang dikealdengan pengawasan Melekat. Dari ahli managemen menyatakan bahwa dalam penelitan mengenai pengawasan melekat seperti Hasibuan (2005:197) menyatakan bahwa pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang paling efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengawasan melekat dalam suatu organisasi dilakukan secara berjenjang. Sehingga dapat lebih efektif dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai, dimana pimpinan atau atasan langsung dapat mengawasi atau memantau bawahannya baik itu secara langsung maupun tidak langsung sehingga segala perilaku dan pekerjaan yang berhubungan dengan kemajuan organisasi dapat terselesaikan dengan baik. kemudian Situmorang dan Juhir (1998:80) menyatakan bahwa apabila pengawasan melekat dilihat sebagai fungsi manajemen, maka integritas kepemimpinan, keteladanan menjadi sangat penting disini. Di samping itu, perlu pula kemampuan dan keberanian pimpinan untuk melakukan langkah tindak lanjut. Dalam manajemen manusia harus menerima pengawasan (melekat) sebagai sesuatu yang wajar. Pengawasan melekat sangat erat kaitannya dengan disiplin dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kerja. Dengan demikia pada dasarnya pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya : tujuan dan kemampuan, teladan pemimpin, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan (Hasibuan 2005:194). Bahwa dalam pemahaman lain dinyatakan bahwa Pengawasan melekat adalah tindakan atau kegiatan untuk Pengawasi dan mengendalikan oleh pimpinan masing- masing instansi kepada bawahannya baik ditingkat pusat, propinsi, kabupaten atau kota maupun sekolah.2 Prioritas utama dalam kedisiplinan pegawai negeri sipil adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten atau kota kepada sekolah – sekolah. Dari beberapa pemikiran dan sudut pandang itu,maka dapatlah kita katakan bahwa Pengawasan Atasan Langsung yang lebih familier disebut Pengawasan Melekat memiliki dasar yaitu : Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Presiden Republik Indonesia. Lebih jauh dijelaskan didalam Insgtruksi Presiden nomor 15 tahun 2983 tersebut bahwa. Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan Departemen / Lembaga / Instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya di dalam lingkungan tugasnya masing-masing. Kemudian Pengawasan melekat yang dilakukan melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula. Kemudian melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaannya yang dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan. Selanjutnya melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan hubungan antara berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus dicapainya.bahwa pengawasan melekat tersebut juga melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan. Selanjunya dikatakan bahwa melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggungjawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan. Dan melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya. Adanya aparat pengawasan fungsional dalam suatu satuan organisasi pemerintahan tidak mengurangi pelaksanaan dan peningkatan pengawasan melekat yang harus dilakukan oleh atasan terhadap bawahan. Dalam Instruksi Presiden tersebut disebutkan bahwa pengawasan terdiri dari Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah dan Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam kalimat pertama itulah yang disebut sebagai pengawasan melekat.
Pemerintah melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan pengawasan melekat. Tindakan-tindakan tersebut berfokus pada program lima aspek yaitu: Aspek sarana pengawasan melekat; Aspek manusia dan budaya; Aspek tugas pokok dan fungsi unit kerja; Aspek langkah-langkah pelaksanaan pengawasan melekat yang biasa disebut dengan Standard Operational Prosedure (SOP); dan Aspek pelaporan pengawasan melekat.
Pengawasan Fungsional
Bahwa didalam literatur literatu yang membahwa mengenai pengawasan fungsionak terutama S. P Siagian dalam bukunya “Filsafat Administrasi†memberikan definisi tentang pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatanorganisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedangdilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya George R Terry dalam bukunya “Principles of management†menyatakan pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan, mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana. Henry Fayol dalam bukunya “General Industrial Management†menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel dalam bukunya “Principles of Management†menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.
Bahwa yang dimaksud dengan Fungsional adalah salah satu perspektif didalam ilmu sosiologi yang memandang masyarakat sebagai suatu system yang terdiri atas bagian-bagian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Bagian yang satu tidak akan bias berfungsi tanpa ada hubungan dan keterkaitan dengan bagian lainnya. Pendek kata, masyarakat luashanya akan bias berjalan dengan normal jika masing-masing elemen menjalankan fungsinya dengan baik. (Bernard Raho dalam Buku Tori sosiologi Modern: 2007)
Didalam pengertian Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) Adalah administrasi negara sebagai sistem yang dipraktekkan untuk mendukung penyelenggaraan NKRI agar upaya Bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna. Ruang Lingkup Peranan Pengawasan Fungsional Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun hal- hal lainnya. Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadian- kejadian sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan, dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisidari sebuah mata uang†artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.
Adapun Tujuan Peranan Pengawasan Fungsional Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah(aturan yang berlaku) Menertibkan kordinasi kegiatan. Kalau pelaksana pengawasan banyak jangan ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang, sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan. Mencegah pemborosan dan penyimpangan. Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk melindungi masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh penyimpanganyang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama dagang yang sepuluh kaliobat nama obat generic dengan komposisi dan kualitas yang sama, pada hal yang berbeda hanya
promosinya saja, maka wajarkah biaya promosi yang demikian besar dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai prinsip pengawasan yang melindungi masyarakat.Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yangdihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang professional adalah terciptanyakepuasan masyarakat (konsumen), Masyarakat puas akan datang kembali danmengajak teman-temannya, sehingga meningkatkan produksi / penjualan yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Membina kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang dihasilkanmemenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan perlindungan padamasyarakat dan akhirnya percaya pula pada kepemimpinan organisasi.
Kemudian menyangkut megenai Proses Pengawasan Fungsional Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI). Proses pengawasanadalah proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggaakan sejalan dengan rencana. Artinya pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Fungsi pengawasan yangdilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan, serta mewujdkan peningkatan efektivitas, efesiensi, dan ketertban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi. Pengawasan yangdilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secar baik, dan tujuan baru dapat dieketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut George R Terry meliputi: a) Menetapkan Standar Pengawasan Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek,yaitu:
- Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran- asaran fungsional yang dikehendaki,faktor waktu penyelesaian pekerjaan.
- Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan tentang tatakerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja), peraturan per UU- anyang berkaitan dengan pekerjaan, kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.
- Prinsip – prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan mencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telahterpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehemetan dalam penggunaandana, tenaga, material dan waktu. kemudian Mengukur Pelaksanaan PekerjaanPenilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakandapat dilakukan melalui antara lain:
- Laporan (lisan dan tertulis)
- Buku catatan harian tentang itu,
- Jadwal atau grafik produksi/hasil
- Insfeksi atau pengawasan langsung; Pertemuan/konferensi
dengan petugas-petugas yang bersangkutan; Suvei yang dilakukan oleh tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik.
Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan PekerjaanAktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan pembandinganantara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk mengetahui apakahdiantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaantersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak. Tindakan Koreksi (Corrective Action)Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir adalah mengusahakan danmelaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada perbaikanyang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara penyusunan rencana/ standar baru, disamping membereskan factor lain yang menyangkut penyimpangantersebut, antara lain:
- Reorganisasi
- Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb
Jenis-jenis Pengawasan Fungsional Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (SANKRI) Berdasarkan Lembagaa : Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat) Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman PelaksanaanPengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari: Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkatPusat maupun di tingkat Daerah; Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3 sebagai berikut:Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan departemen/lembaga instansi lainnya,menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya didalam lingkungan tugasnya masing masing; (2) Pengawasan melekat dimaksuddalam ayat (1) dilakukan:
- Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagiantugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula
- Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secaratertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan
wewenang dari atasan - Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harusdilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, danhubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus dicapainya
- Melalui procedure kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan
- Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggung- jawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai
pengelolaan keuangan - Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yangmenjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya Berdasarkan Waktu. Pengawasan Preventif Jenis pengawasan preventif adalah pengawasan atas erintahdaerah yang sekarang diatur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Secara umum arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang bersifat rencana. Pengawasan
preventif mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan keputusan Kepala
Daerahmengenai pokok tertentu harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat
yang berwenang, cara dari pemerintah melakukan yaitu Pengawasan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu terhadap rancangan Perda
yangmengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan RUTR
sebelumdisahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri
untuk Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda
Kabupaten/Kota.Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal
tersebut dapatmencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Pembinaan
atas penyelenggaraan Pemda adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah da
natau Gubernur selaku wakil Pemerintahan di Daerah untuk
mewujud kantercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi Daerah. Pembinaan
olehPemerintah, Menteri dan Pimpinan lembaga pemerintah non
departemenmelakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masingyang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan
pengawasan provinsi serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.Pengawasan atas penyelenggaraan Pemda adalah proses
kegiatan yangditujukan untuk menjamin agar Pemda berjalan sesuai dengan
rencana danketentuan Per UU-an yang berlaku. Pengawasan yang
dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap Perda dan Peraturan Kepala Daerah. Pengawasan Represif adalah Pengawasan Represif mempunyai pengertian secara umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksana kan.Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan prefentif.Pemerintah melakukan cara yaitu Pengawasan terhadap semua Perda diluar dari Raperda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, danRUTR, yaitu setiap Perda wajib disampaikan kepada Mendagri untuk Provinsi Sistem Pengawasan Fungsional Di Indonesia dan Permasalahannya Kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan rencana program kerja pengawasan tahunan yang disusun adalah aparat pengawasanfungsional menyusun rencana kerjanya dalam bentuk usulan programkerja pengawasan tahunan, usulan program kerja tahunan pengawasantahunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi program kerja pengawasan tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasanfungsional yang bersangkutan.c) Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan FungsionalUntuk menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan Kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada MenteriKeuangan dan Menteri Negara perencanaan pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS mengenai anggaran pelaksanaan programkerja pengawasan tahunan.Dalam merumuskan kebijaksanaan pengawasan dan secara terusmenerus memimpin dan mengikuti pelaksanaannya Wakil Presidendibantu oleh Menko Perekonomian dan Kepala BPKP. Bahwa didalam Pelaporan Pengawasan Fungsional mencakup : - Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan program kerja, pengawasan tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus,dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional masing- masingkepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/ Pimpinan Instansin/Ybs. dengan tembusan kepadaKepala BPKP disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaianmasalah yang terungkap daripadanya
- Menko Perekonomian dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan instansi Pemerintah/Ybs. Dengan tembusan kepada Kepala BPKP, khusus untuk masalah yangmempunyai dampak luas baik terhadap jalannya pemerintahanmaupun terhadap kehidupan masyarakat Menko Perekonomian menyampaikan laporan hasil kerja pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden.
- Tindak Lanjut Pengawasan Fungsional
- Tindakan administratif sesuai dengan peraturan per UU-an di bidang kepegawaian termasuk penerapan hukuman disiplinsesuai dengan peraturan disiplin PNS
- Tindakan tuntutan/gugatan perdata, yaitu tuntutan gantirugi/penyetoran
kembali, tuntutan perbendaharaan, tuntutan perdata berupa pengenaan
denda, ganti rugi, dll. - Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya
kepada Kepolisian Negara RI dalam hal terdapatindikasi tindak pidana
umum, atau kepada Kejaksaan Agung RIdalam hal terdapat indikasi
tindak pidana khusus, sepertikorupsi, dll. - Tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidangkelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Pengawasan Fungsional Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Pengawasan adalah serangkaian proses evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah
dilakukan, guna menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan/direncanakan. Dengan adanya pengawasan, kesalahan-kesalahan yang telah terjadi diharapkan dapat diperbaiki dan tidak terulang dikemudian hari. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana.
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan fungsional terdiri dari Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ; Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen/instansi pemerintah lainnya; dan Inspektorat Wilayah Provinsi; dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya Kegiatan pelaksanaan Pengawasan Fungsional dilaksanakan berdasarkan rencana program kerja pengawasan tahunan yang disusun sesuai dan sejalan dengan petunjuk MENKO EKUIN dan WASBANG. Usulan program kerja tahunan pengawasan tahunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi program kerja pengawasan tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan. Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional penting dilakukan untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan. Kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua BAPPENAS mengenai anggaran pelaksanaan program kerja pengawasan tahunan.
Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan program kerja, pengawasan tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus, dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian masalah yang terungkap daripadanya. Khusus untuk masalah yang mempunyai dampak luas baik terhadap jalannya pemerintahan maupun terhadap kehidupan masyarakat, aparat pengawasan fungsional masing-masing melaporkan kepada MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Kepala BPKP.
Pengawasan Politis
Ketika kita membahwa mengenai pengawasan politis bahwaProf. Dr. Muchsan SH mengungkapkan bahwa didalam suatu mekanisme pengawasan terdapat juga aspek-aspek berupa perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah. Dimana yang menjadi objek dari pengawasan disini meliputi aparatur pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, serta sarana yang digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya (Muchasan, 2000 :36). Untuk memaksimalkan fungsi pengawasan tersebut, maka berbagai bentuk pengawasan pun dilakukan. Salah satunya adalah Pengawasan Politis yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga politik seperi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bahwa dasar dari pengawasan politis itu sendiri termaktub didalam Pasal 20A UUD NRI 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasanâ€, dimana hal tersebut kemudian dipertegas kembali di dalam Lampiran Inpres angka 1 huruf e, dimana dikatakan bahwa “Pengawasan legislatif, adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunanâ€. Dengan adanya ketentuan pengawasan politis ini,diharapkan lembaga legislatif dapat berfungsi untuk dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang. Dalam hal mekanisme Pengawasan Polistis dalam bentuk Pengawasan politis, DPR memiliki hak-hak khusus dalam upaya melakukan pengawasan.
Secara umum, Pasal 20A Ayat (1) UUD (amandemen kedua) memberi landasan konstitusional bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Berdasarkan ketiga fungsi tersebut, kepada anggota DPR secara kolektif, diberikan hak-hak berupa Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat (Vide Pasal 20A Ayat (2) UUD NRI 1945). Hak interplasi; dalam UU No 27 tahun 2009 hak interpelasi adalah hak untuk bertanya kepada presiden dan presiden menjawab secara tertulis dibacakan oleh presiden dan boleh diwakilkan menterinya. Mekanisme hak interplasi adalah dengan cara apabila ada suatu kebijakan pemerintah yang yang dirasa menyimpang, DPR akan meminta keterangan kepada presiden dengan diajukan oleh 25 anggota / 1 fraksi dan pada rapat paripurna, jawaban dari presiden akan dinilai dan disetujui apabila setengah anggota DPR hadir dan setengah yang hadir tersebut menyetujui. Kalau hak interpelasi tidak disetujui oleh setengah anggota yang hadir, untuk waktu yang akan datang tidak boleh diajukan lagi hak interpelasi untuk kasus yang sama. Presiden memberikan keterangan atau jawaban tertulis sebagai jawaban interpelasi. Jika DPR tidak menerima jawaban presiden maka akan diajukan hak angket. Hak Angket; yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan. Mekanisme Hak angket adalah, pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan, mentri mentri kemudian dipanggil untuk melaksanakan Rapat di DPR, kemudian DPR akan menggalang suara untuk mengajukan hak angket pada pemerintah. Syarat hak angket adalah Syarat minimal 25 anggota/ 1 fraksi. Setelah itu dimusyawarahkan oleh Badan Musyawarah. Lalu dilakukan Rapat Paripurna (syarat minimal yang hadir ½ dan yang mnyetujui minimal ½ dari yang hadir). Hak angket kalau disetujui maka meminta badan penegak hukum melakukan penyelidikan dan DPR ( dibuat panitia khusus) juga melakukan penyelidikan memanggil pihak – pihak yang berkaitan.
Dalam jangka waktu 60 hari badan khusus itu menyampaikan laporan ke paripurna untuk mengetahui apakah presiden / pemerintah melanggar hukum atau tidak. Kalau melakukan kesalahan maka DPR menyatakan pendapat. Kalau tidak terbukti, maka kasus akan dianggap selesai. Hak angket apabila ditolak dalam paripurna tidak bisa diajukan lagi dalam kasus yang sama dan tidak bisa kembali ke proses yang sama dengan kembali ke hak interpelasi. Hak menyatakan pendapat; Ini merupakan kesimpulan dari penyelidikan yang dilakukan. Untuk menyatakan pendapat harus 25 orang / 1 fraksi disertai berkas berkas hasil penyelidikan dibawa ke paripurna dan dalam paripurna harus tiga per empat yang hadir( anggota DPR tidak peduli komisi apa) dan disetujui oleh tiga perempat juga.( Pasal 184 UU Susduk). Kalau tidak disetujui, maka kasus dianggap selesai walaupun sebenarnya telah membuang buang waktu. Namun, apabila Kalau disetujui, maka akan dibentuk tim khusus melakukan penyelidikan lalu dibawa ke MK dan bisa sampai ke langkah berikutnya yaitu impeachment.
Hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat merupakan suatu kesatuan yang saling sambung menyambung dan harus melaluinya satu persatu secara bertahap. Namun demikian, Mekanisme pengawasan tidak hanya terletak pada hak hak tersebut saja, tapi sesuai dengan Pasal 20A Ayat (3) UUD, anggota DPR juga memiliki hak-hak lain berupa hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Terkait Pengawasan Politis Normatif Empiris, secara normatif, pengawasan politis bersifat absolut karena diatur baik didalam UUD NRI 1945 maupun Inpres yang memberikan mandat terkait dilakukannya pengawasan politis. Selain itu, sifat pengawasan politis juga bersifat absolut demi tercapainya sistem check and balance di dalam struktur ketatanegaraan, dengan adanya pengawasan politis yang dilakukan oleh legislatif, maka eksekutif tidak akan memiliki kekuatan yang absolut, hal tersebut ditujukan agar pemerintah yang diciptakan tidaklah bersifat otoriter.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Gayus Lumbun, SH., MH juga mengatakan bahwa “Dari perspektif kelembagaan, salah satu fungsi utama lembaga legislatif adalah melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Pengawasan yang dilakukan DPR terhadap eksekutif harus dilakukan dalam kerangka checks and balances untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik – yang tidak menjurus kepada ‘pamer kekuatan’ (power demonstration), dan dirasakan sebagai killing field (ladang pembantaian) bagi aparat birokrasi†(Gayus, www.examinasi.com, 2012)
Namun secara empiris, pengawasan politis ini sendiri ternyata bersifat relatif. Hal ini dikarenakan ada atau tidak adanya pengawasan politis adalah berdasarkan komposisi anggota DPR. Pengawasan politis bisa saja tidak dapat dilakukan dikarenakan Presiden / Eksekutif berasal dari partai pemenang, atau fraksi yang memiliki suara mayoritas di dalam lembaga legislatif yang notabene memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan. Alhasil, ada atau tidaknya pengawasan politis ini hanya berupa formalitas saja, karena pada praktiknya, pengawasan politis didasarkan oleh ada atau tidak adanya “conflict of interest†dari lembaga legislasinya.Selain itu, kebijakan-kebijakan pengawasan yang dilakukan pun sangat tergantung dengan kepentingan politis dan bersifat pragmatis, sehingga kegiatan pengawasan sangat sulit dijalankan dengan optimal. Karena tiap fraksi dalam mengambil tindakan selalu mendahulukan kepentingan pribadi atau kepentingan partai daripada kepentingan yang sebenarnya harus dia lindungi, yaitu kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa meskipun secara normatif pengawasan politis bersifat absolut, tapi secara empiris pengawasan politis bersifat relatif, karena semua tergantung dai lembaga legislatif selaku pihak yang melakukan pengawasan itu sendiri. Apabila eksekutif dan legislatifnya saja suda di dominasi oleh satu partai, bagaimana mungkin check and balances dapat berjalan dengan lancar. Pengawasan politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini juga sering pula disebut social control. Contoh-contoh pengawasan jenis ini misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat, melalui media masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat baik di tingkat pusat yaitu DPR, maupun di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kodya (DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR dibekali tiga hak[2], yakni : Hak Interpelasi yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Hak Angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan Hak Menyatakan Pendapat yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; mengenai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Semoga tulisan singkat dan sangat sederhana ini dapat menjadi menambah wawasan kita bersama.
Referensi :
Rio Yusri Maulan, Tinjauan Kritis Pengawasan Politik (Political Oversight) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Flatform Keuangan Daerah (Apbd) Di Era Reformasi, Desember 2017
Fatmawati, dalam peranan pengawasan fungsional dalam sisitem administrasi negara kesatuan repubik indonesia, 2019.
George R. Terry, Dasar-dasar Manajemen, Bumi Aksara, 2005.
Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Presiden Republik Indonesia.
http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr